Menurut The
Meriam Webster Dictionary, teknologi informasi (TI) adalah teknologi yang
melibatkan perkembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sistem komputer,
perangkat lunak (software), dan berbagai jaringan untuk memproses dan
distribusi data.[1]
Definisi lebih detail dijelaskan oleh Wikipedia sebagai berikut:
TI adalah
manajemen teknologi yang meliputi bidang yang luas termasuk, tetapi tidak
terbatas pada, hal-hal seperti pemrosesan data, perangkat lunak komputer (software),
sistem informasi, perangkat keras komputer (hardware), bahasa
pemrograman, dan konstruksi data. Singkatnya, segala sesuatu yang memproses
data, informasi atau yang dianggap pengetahuan dalam format visual apapun,
dianggap bagian dari ilmu Teknologi Informasi (TI).[2]
Dari sekian
banyak bidang yang masuk dalam ketegori teknologi informasi, dua inovasi yang
pengaruhnya paling luas dan penting adalah komputer dan internet.
Sejak
pemerintah AS membuka teknologi internet untuk kalangan umum pada tahun
1990-an, internet menjadi teknologi yang sangat cepat meluas dan merubah
berbagai bentuk dan metode komunikasi dan interaksi umat manusia baik di bidang
komunikasi personal maupun untuk bisnis. Saat ini tak kurang dari 25% dari
populasi dunia menggunakan layanan teknologi internet untuk berbagai kepentingan
mereka. Jumlah itu tentu akan terus bertambah dan meningkat dengan cepat
seiring dengan tersedianya akses internet dengan mudah di berbagai negara.
Teknologi
Internet dan Kegagapan Ahli Fiqh
Islam adalah
agama yang berorientasi pada syariah. Segala tindakan seorang muslim tidak
lepas dari evaluasi limakriteria fiqh yaitu halal, haram, makruh, sunnah dan
mubah. Itulah mengapa, bagi seorang muslim, Islam adalah way of life (jalan
hidup). Orientasi syariah ini adalah salah satu sisi kekuatan Islam. Namun,
ia juga dapat menjadi sisi kelemahannya apabila para ahli fiqh tidak cepat dan
tepat dalam menanggapi (baca, memberi fatwa) atas segala isu-isu baru abad
modern. Terutama, dalam persoalan teknologi informasi ini.
Para ahli
fiqh mulai memperdebatkan boleh tidak-nya teknologi informasi secara umum dan
teknologi internet secara khusus sejak awal teknologi internet diperkenalkan.
Pendapat umum dari para ulama fiqh sepakat bahwa internet bersifat netral. Ia
dapat halal dan dapat juga haram, tergantung untuk apa teknologi ini digunakan.
Namun, tidak
sedikit pendapat yang mengatakan bahwa internet secara umum diharamkan dengan
alasan mayoritas penggunannya untuk maksiat. Pandangan yang tanpa didasari
pengetahuan yang cukup tentang internet itu sendiri tentu akan merugikan umat
Islam yang mengikuti pendapat tersebut.[3]
“Fatwa”
serupa juga pernah dikeluarkan oleh tim bahtsul masail Forum Musyawarah Pondok
Pesantren Putri se Jawa dan Madura yang diadakan di ponpes Lirboyo yang
memfatwakan haramnya Facebook pada Mei 2009.[4] Kendati sudah mengklarifikasi
fatwa haram tersebut, namun pernyataan klarifikasinya masih terdengar rancu
sebagai berikut:
…facebook
itu diperbolehkan asalkan memenuhi beberapa kriteria yang sesuai ajaran Islam.
Maka itu, facebook diperkenankan bila digunakan untuk tiga kegiatan sebagai
berikut:
1. Khitbah
atau pertunangan
2. Muamalah
3. Tabligh
2. Muamalah
3. Tabligh
Untuk
pertunangan atau khitbah, menurut Nabil itu diperbolehkan. Asalkan, calon kedua
mempelai tidak menggunakan facebook sebagai ajang pendekatan. Untuk poin kedua,
Nabil pun menjelaskan, “Muamalah itu contohnya seperti interaksi atau jual
beli,” ujar dia.
Sedangkan
untuk kegiatan tabligh, Nabil mengambil contoh adalah penyampaian informasi
atau dakwah menggunakan facebook. “Umat Islam yang memanfaatkan jejaring sosial
itu baik. Dan juga harus hati-hati, karena tidak jarang juga di situs
friendster dan facebook ditemukan konten pornografi,” ujar dia.[5]
Fatwa
tersebut menunjukkan minimnya pengetahuan tim bahtsul masa’il tentang Facebook
secara khusus dan internet secara umum. Idealnya, ahli di bidang terkait
dilibatkan dalam setiap pertemuan bahtsul masail yang akan membahas masalah
teknologi, terutama teknologi informasi. Karena, berbeda dengan teknologi lain,
teknologi informasi memiliki banyak wajah, cara kerja dan fungsi yang tidak
akan dapat dipahami oleh mereka yang cuma tahu permukaannya saja.
Aspek
Positif TI
Teknologi
informasi dinobatkan sebagai salah satu dari the Most Influential Invention
of the Century atau penemuan paling berpengaruh abad ini oleh majalah TIME.[6]
Penilaian itu bukan isapan jempol. Banyak hal bermanfaat yang dapat dilakukan
berkat adanya TI. Begitu juga dari TI tercipta penemuan-penemuan baru yang
terus berkembang, bercabang dan beranting.
Salah satu
hal yang paling menonjol yang dapat dirasakan manfaatnya oleh mayoritas
kalangan awam yang tidak terlalu melek teknologi, termasuk kalangan santri,
adalah semakin mudahnya sarana interaksi dan komunikasi. Adanya internet
membuahkan teknologi yang bernama email (electronic mail)
atausurat elektronik, dan website. Kedua anak emas internet ini dipakai secara
luas oleh siapa saja penduduk dunia yang memiliki akses koneksi internet. Dari
alim ulama, tokoh sufi, dosen, profesor, media cetak, wartawan, sampai penjaga
warnet. Semua memiliki email dan website.
Dari
teknologi website yang dikenal dengan www (world wide web) terbitlah
sejumlah teknologi baru seperti jual beli barang dan pengiriman uang via
internet yang dikenal dengan e-commerce, penyimpanan data yang dapat
diakses dari manapun di belahan dunia yang disebut e-cloud, chatting (ngobrol
jarak jauh via internet), dan lain-lain. Dan penemuan yang paling berpengaruh
dari era internet adalah search engine atau mesin pencari. Dari 3 mesin
pencari internet yaitu Google, Yahoo!, dan Bing para perambah internet (internet
surfer) dapat mencari apa saja yang diperlukan. Mulai dari namasurat dan
nomor ayat Al Quran sampai nomor telepon seorang teman lama. Sebagian besar
dari penemuan-penemuan baru dari teknologi internet memiliki dampak positif
bagi umat manusia dan karena itu hendaknya disambut positif pula oleh para
santri.
Di ponpes
Al-Khoirot, adanya teknologi website dan email dimanfaatkan secara maksimal
oleh para santri. Dimulai dari para dewan asatidz dan dewan pengasuh,
ponpes Al-Khoirot mengadakan program “Santri Menulis dan Berkarya”. Di
mana seluruh asatidz sangat dianjurkan untuk selalu rajin berfikir dan
menuangkan buah fikirnya dalam bentuk tulisan ke dalam dua media berbeda yaitu
(a) media cetak berupa empat buletin (Al-Khoirot, Santri, Siswa dan El-Ukhuwah)
terbitan Pustaka Alkhoirot; dan (b) meng-upload tulisan-tulisan tersebut
ke dalam website/blog masing-masing yang dapat diakses dari www.alkhoirot.net.
Secara pribadi saya sangat berbesar hati dengan keproduktifan para santri
menulis di blog masing-masing dan melihat sambutan dari para pembaca website
yang berasal dari berbagai penjuru dunia. Ke depan, para siswa juga akan
dianjurkan untuk rajin menulis di website masing-masing. Tentunya dengan
intensitas yang lebih rendah mengingat mereka masih disibukkan dengan sekolah
formal dan diniyahnya.
Sedangkan
teknologi email dimanfaatkan untuk mengirim artikel opini ke berbagai media
koran di seluruh Tanah Air yang berkat teknologi ini dapat dicapai dalam
hitungan detik. Saya jadi ingat masa tahun 1990-an saat saya biasa mengirim
artikel ke koran Republika di Jakarta via kantor pos yang baru sampai
setelah sekitar 1 minggu.
Sisi Negatif
Teknologi Informasi
Segala
sesuatu yang netral pada asalnya tentu memiliki sisi-sisi negatif. Tak
terkecuali teknologi informasi. Sisi negatif dari TI, khususnya internet, dapat
dibagi dalam dua kategori yaitu (a) negatif secara total; dan (b) negatif
parsial (sebagian).
Termasuk
dalam kategori negatif total antara lain situs porno, judi online, dating
online, dan game online. Tiga yang pertama jelas diharamkan dalam Islam. Sedang
yang ketiga yaitu game online negatif karena membuang-buang waktu yang tentunya
dapat berakibat haram apabila sampai berakibat lupa salat dan meninggalkan
kewajiban yang lain.
Sementara
kategori kedua yakni “negatif parsial” adalah situs-situs yang menawarkan
berbagai layanan yang bercampur-aduk antara positif dan negatif. Salah satu
yang masuk dalam kategori ini adalah situs jejaring sosial seperti Facebook,
Twitter, dan Google Buzz. Beberapa sisi negatif dari jejaring sosial
adalah (a) apabila digunakan untuk chatting; (b) main game; (c) mencari
hubungan pertemanan khusus dengan lawan jenis yang bukan mahramnya, terutama
yang sudah berkeluarga.
Ketiga situs
jejaring sosial ini memiliki fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan mulai yang bersifat mubah, sunnah, makruh dan haram. Di
ponpes Al-Khoirot, akun jejaring sosial (social network) pesantren yakni
facebook.com/alkhoirot, twitter.com/alkhoirot dan
profiles.google.com/alkhoirot/buzz digunakan semata-mata untuk memuat berbagai
artikel yang ditulis para santri di situs masing-masing. Dengan menggunakan
aplikasi dan cara tertentu, setiap artikel terbaru yang ditulis santri di blog
masing-masing akan secara otomatis terkirim ke akun Facebook, Twitter dan
Google Buzz dan dapat dibaca oleh siapa saja yang memiliki akses internet.
Teknologi
Hand Phone dan Game
HP (hand
phone) dan game adalah dua di antara sekian banyak penemuan dari
dunia teknologi informasi (TI). Berbeda dengan game yang lebih banyak
mudharatnya dari pada manfaatnya,[7] teknologi HP memiliki banyak sisi positif
dan negatif. Dengan lebih luasnya cakupan HP di banding internet, maka akan
lebih luas pula ekses negatif dan positifnya.
Sisi positif
dari HP jelas banyak. Hampir semua orang tahu. Bahkan, menurut kajian PBB, HP
berhasil mengangkat taraf hidup orang miskin keluar dari kemiskinannya. Laporan
itu mengatakan, The economic
benefits of mobile phones go well beyond access to information where a landline
or Internet is not yet available in rural areas, mostly in Least Developed
Countries. Mobile phones have spawned a wealth of micro-enterprises, offering
work to people with little education and few resources, such as selling airtime
on the streets and repairing or refurbishing handsets.[8]
Namun, sisi
negatif dari HP juga tidak sedikit. Alat komunikasi yang mempermudah hubungan
antar-manusia ini dimanfaatkan oleh sebagian orang yang berkarakter lemah dan
jahat untuk bermacam-macam perilaku yang negatif seperti menipu, berselingkuh,
saling mengirim sms, gambar atau video porno, dan lain-lain. Mengingat lebih
luasnya pengguna HP dibanding internet apalagi Facebook, tentu akan lebih
bermanfaat apabila bahtsul masa’il di Lirboyo itu membahas haram tidaknya HP
dibanding haram halalnya Facebook.
Santri
Kompeten dan Profesional
Poin yang
ingin disampaikan dari uraian di atas adalah, pertama, santri hendaknya terbuka
dan kritis pada saat yang bersamaan terhadap adanya teknologi baru. Terutama
teknologi informasi yang mendominasi penemuan di abad ke-21 ini.
Terbuka
bermakna tidak antipati sebelum meneliti dengan seksama suatu teknologi dari
berbagai aspek. Dan pada waktu yang sama, harus tetap kritis agar tidak menjadi
korban dari limbah-limbah modernisasi.
Kedua,
kompeten, profesional, tidak apriori dan memiliki skala prioritas dalam
mengevaluasi masalah apa yang perlu di-bahtsulmasa’il-kan dan mana yang tidak,
agar santri tidak menjadi bahan tertawaan kalangan luar pesantren. Minimal,
santri harus meminta pertimbangan pakar sebelum memutuskan pantaskah isu hukum
dari salah satu produk modern diprioritaskan untuk dibahas.
Ketiga,
memaknai ke-modern-an dengan benar. Istilah modern sama baik dan buruknya
dengan istilah salaf (tradisional). Ada negatif dan positifnya. Maka, bagi
santri dan pesantren yang ingin memposisikan diri sebagai “modern” hendaknya
tidak serta merta merangkul segala produk modern “secara kaffah”
dan membuta semata-mata agar tidak dibilang “kuno” tanpa mempertimbangkan
berbagai aspek di atas. Begitu juga sebaliknya, santri “salaf” tidak harus
menutup diri dari kemodern-an yang baik dan membuang nilai kuno yang kurang
baik. Semua harus berdasarkan pada face value (nilai nyata) dari sebuah
produk. Agar santri tidak menjadi korban dari sampah modernitas.[9]
Dengan pola
pokir demikian, insyaallah santri akan selalu di depan menjadi pelopor
ke-modern-an yang positif dan nahi munkar terhadap ke-modern-an
negatif.[]
[1]The
Merriam-Webster English Dictionary, Revised edition (2004).
[2]
Wikipedia.org
[3]Seperti
pendapat Dr Shaleh Bin Fauzan al Fauzan, anggota komisi fatwa Arab Saudi, yang
mengharamkan memasang koneksi internet di rumah. Dalam salah satu fatwanya ia
mengatakan, لا يجوز إدخال
الأنترنت أو القنوات الفضائية في البيت لما تجلب من
الشرور
[4] Fatwa
yang mendapat liputan luas mediamassa tersebut kemudian dibantah atau
diklarifikasi oleh pihak ponpes Lirboyo dengan mengatakan bahwa mereka bukan
mengharamkan, tapi supaya berhati-hati.
[5]Vivanews.com
25 Mei 2009
[6]TIME
edisi 17 Mei 2010
[7]Selain
membuang waktu percuma, game juga berakibat kecanduan (addictive) bagi
banyak orang. Di China, dua pecandu game melakukan bunuh diri masing-masing
setelah bermain game selama 7 dan 3 hari tanpa henti. Lihat “Chinese
gamer dies after three-day session”, v3.co.uk, 17 September 2007. Karena itu
dalam pandangan saya, minimal main game itu hukumnya makruh dalam konteks
tiadanya manfaat dan tersia-sianya waktu. Berdasar pada hadits sahih: من
حسن اسلام المرء تركه ما لا يعنيه
[8]Lynn,
Jonathan. “Mobile phones help lift poor out of poverty: U.N. study”. Reuters.
[9]Fareed
Zakaria, The Future of Freedom: Illiberal Democracy at Home and Abroad, W.
W. Norton & Company (USA, 2007).
Sumber http://afatih.wordpress.com
No comments:
Post a Comment