Oleh: Ganna Pryadha
Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Sejak awal
kemunculannya, dakwah yang diusung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab senantiasa
mendapatkan serangan menohok dan selalu berhadapan dengan musuh-musuh keji,
baik dari pihak penguasa, kalangan yang mengklaim berafiliasi kepada ilmu
(baca: ulama jahat), kelompok-kelompok sesat, ataupun orang-orang kafir.
Beragam metode
dan konsep diterapkan mereka guna membendung dakwah Ahlussunnah yang
dikembangkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Mulai dari penulisan dan
pendistribusian buku-buku yang menyerang dakwah ‘salafiyyah’ reformis
itu, semisal buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi yang ditulis oleh
Syaikh Idahram (Marhadi Muhayyar); lalu agitasi, provokasi, dan intimidasi para
penguasa kafir terhadap para pengikut dakwah Syaikh Ibnu Abdul Wahhab, dan
bahkan dengan kekerasan fisik (senjata).
Bahkan
musuh-musuh itu tidak segan-segan memberikan stigma negatif-ofensif kepada dakwah
yang mengajak manusia untuk bertauhid secara lurus dan purfikatif itu. Mereka
mencap para pengikut dakwah Syaikh yang tumbuh-besar di Nejed itu sebagai
teroris, ekstremis, radikalis, kelompok eksklusif, dan sederet terminologi
buruk lainnya. Mereka mengistilahkan “Wahhabi” untuk setiap pengikut dakwah
Syaikh. Para pengikut dakwah tauhid disebut sebagai orang-orang yang melanggar
tradisi dan kepercayaan, sekalipun kepercayaan-kepercayaan mereka itu rusak,
bertentangan dengan Al-Qur‘an Al-Karim dan hadits-hadits shahih.
...Fitnah,
tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya menjadi sejoli bagi julukan
‘Wahhabi’. Semua tak sesuai dengan realitanya...
Fitnah, tuduhan
dusta, isu negatif dan sejenisnya menjadi sejoli bagi julukan ‘Wahhabi’. Tak
ayal, yang lahir adalah citra buruk dan keji tentang dakwah Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab, yang tak sesuai dengan realitanya. Sehingga istilah Wahhabi
nyaris menjadi momok dan monster yang mengerikan bagi umat. Fenomena timpang
ini, menuntut kaum muslimin untuk jeli dalam menerima informasi. Terlebih
ketika narasumbernya adalah orang kafir, munafik, atau para pelaku bid’ah.
Mengomentari
serangan seperti itu, di dalam Majmu’ah Mu‘allafat Asy-Syaikh Muhammad ibni
Abdil Wahhab (26/5), Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menceritakan,
“Tatkala aku muncul ke permukaan untuk membenarkan dakwah Rasulullah,
orang-orang mencaciku dengan keji. Mereka mengira bahwa aku telah mengafirkan
semua orang Islam dan menganggap halal harta-harta mereka.”
Dalam surat
korespondensinya kepada As-Suwaidi –seorang ulama asal Irak— sebagai jawaban
atas surat As-Suwaidi kepadanya, Syaikh Ibnu Abdul Wahhab mengutarakan
kebencian dan fitnah dusta yang dilayangkan musuh-musuh mereka. Syaikh berkata:
“Bermacam-macam
tuduhan telah dilontarkan kepada kami, fitnah pun makin menjadi-jadi, mereka
mengerahkan pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki dari kalangan iblis untuk
menyerang kami. Dan di antara kebohongan yang mereka sebarkan, adalah tuduhan
bahwa aku mengkafirkan seluruh kaum muslimin kecuali pengikutku, dan menikah
dengan mereka hukumnya tidak sah. Untuk menukil tuduhan tersebut saja orang
yang berakal merasa malu, apalagi untuk mempercayainya. Bagaimana mungkin orang
yang berakal memiliki keyakinan seperti itu? Apakah mungkin seorang muslim
meyakini keyakinan demikian? Aku berlepas diri dari tuduhan itu. Tuduhan itu
tidaklah dilontarkan melainkan dari orang yang tidak waras dan linglung. Semoga
Allah Ta’ala memerangi orang-orang yang bermaksud jelek.” (Kitab
Ad-Durar As-Saniyyah, I/80)
Jika kita meneliti
kitab-kitab dan tulisan-tulisan yang menyerang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
dan dakwahnya, maka kita bisa mendapatkan fakta bahwa kebanyakan mereka berasal
dari kelompok Syi’ah Rafidhah, kelompok Sufi ekstrim, kaum sekular-liberalis,
orang-orang kafir, Para ulama su‘ yang memandang kebenaran sebagai
kebatilan dan kebatilan sebagai kebenaran, dan yang lainnya. Kelompok Syiah
Rafidhah melancarkan serangan kepada dakwah Syaikh Ibnu Abdul Wahhab demi
membela akidah dan imam-imam mereka.
Akidah Syi’ah
menyatakan bahwa kelompok Ahlussunnah telah murtad dari Islam, dikarenakan
tidak mendahulukan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin
Khatthab. Tak aneh jika Syi’ah sampai menyatakan halal atas darah dan harta
Ahlussunnah. Dalam akidah Syi’ah, mencaci dan menghina sahabat mempunyai
keutamaan besar, sehingga termasuk tindakan yang diganjar hadiah surga.
Kebencian Syi’ah kepada para sahabat Nabi Muhammad, khususnya Abu Bakar, Umar,
Utsman, Aisyah, dan lainnya sungguh mengurat-akar. Tidak sedikit ulama
Ahlussunnah yang membantah ajaran-ajaran sesat Syi’ah melalui kitab-kitab dan
tulisan-tulisan. Termasuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Melalui Risalah
fi Ar-Radd ‘ala Ar-Rafidhah (Risalah untuk Membantah Syi’ah Rafidhah),
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab membantah sejumlah prinsip dan ajaran Syi’ah
melalui argumentasi singkat dan dalil-dalil yang meyakinkan. Belum lagi
kemarahan mereka semakin menghebat, karena para ksatria dakwah tauhid telah
menghancurkan bangunan kubah di atas kuburan Husain bin Ali bin Abi Thalib di
Karbala. Semua ini mendorong mereka untuk memusuhi dakwah tauhid, dan
menebarkan kedustaan-kedustaan tentangnya.
Pun demikian
dengan golongan Sufi yang melakukan hal-hal bid’ah dalam agama. Prinsip-prinsip
kelompok tasawuf banyak bertentangan dengan ajaran Islam sesuai pemahaman
Rasulullah dan para sahabat beliau. Sehingga Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
beserta para muridnya merasa perlu untuk meluruskan pemikiran kelompok Sufi
dengan hujjah-hujjah yang gamblang dan tegas. Satu persatu syubhat dan
kerancuan kaum Sufi pun terbantahkan. Seluruh bid’ah dan amalan-amalan
keagamaan yang bernuansa kesyirikan dan bertentangan dengan Sunnah Rasulullah
lambat-laun menghilang dari bumi Najed dan Hijaz. Tak pelak lagi, hal tersebut
membuat murka kalangan Sufi, sehingga pengikut mereka semakin susut. Kemudian
mereka menghalalkan segala cara untuk membendung dakwah tauhid Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab.
Sementara
orang-orang sekular dan liberalis –serta orang-orang yang mengaku reformis-moderat–
sengaja menyerang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab demi mempreteli
prinsip-prinsip syariat Islam, berlepas diri darinya, serta memarjinalkan Islam
dari sendi-sendi kehidupan masyarakat demi kepuasan hedonistik dan kehidupan
permisif. Ditambah lagi pihak-pihak yang mencoba untuk memprovokasi orang-orang
agar menyerang dakwah tauhid, dikarenakan prinsip-prinsip dakwahnya –semisal
jihad fi sabilillah dan al-wala‘ wa al-barra‘ (loyalitas dan
anti-loyalitas dalam Islam)— menghalangi syahwat keduniaan mereka.
Sehingga mereka, misalnya, terhalang untuk bisa bermesraan dengan orang-orang
kafir dan terhalang meraup keuntungan materialistik. Tujuan para pengusung akal
adalah kehidupan dunia; makan enak, tidur nyenyak, dan harta banyak, meskipun
harus mengorbankan prinsip-prinsip akidah dan hukum-hukum syariat.
Adapun
permusuhan Barat kepada dakwah yang diusung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
sudah jauh lebih lama menyeruak, sejak dakwah penuh keberkahan ini muncul.
Jalal Abu Alrub, dalam Biography and Mission of Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb,
menyebutkan bahwa Inggris merupakan negara barat pertama yang cukup interest
menggelari dakwah ini dengan ‘Wahhabisme’, alasannya karena dakwah ini mencapai
wilayah koloni Inggris yang paling berharga, yaitu India. Banyak ulama di India
yang memeluk dan menyokong dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Dalam situs Wikipedia
disebutkan, imperialis Inggris yang menjajah banyak negeri kaum muslimin kala
itu pun khawatir terhadap dampak buruk penyebaran dakwah Syaikh Ibnu Abdul
Wahhab terhadap eksistensi mereka. Sebab
Syaikh menghidupkan kembali ajaran tauhid dan berjihad melawan berbagai bentuk
syirik dan bid’ah, sedangkan Inggris justru mempertahankan hal-hal tersebut,
karena di situlah titik kelemahan kaum muslimin. Artinya, bila kaum muslimin
kembali kepada tauhid dan meninggalkan semua bentuk syirik dan bid’ah, niscaya
mereka akan angkat senjata melawan para penjajah. Karenanya, Inggris
memunculkan istilah ‘Wahhabi’ dan merekayasa berbagai kedustaan dan kejahatan
yang mereka lekatkan pada pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab,
sehingga banyak dari kaum muslimin di negeri-negeri jajahan Inggris yang
termakan hasutan tersebut dan serta merta membenci mereka.
Hal demikian
senada dengan analisa W.W Hunter dalam bukunya yang berjudul The Indian
Musalmans. Dia mencatat bahwa selama pemberontakan orang India tahun 1867,
Inggris paling menakuti kebangkitan muslim ‘Wahhâbi’ yang tengah bangkit
menentang Inggris. Hunter menulis, “Tidak ada ketakutan bagi Inggris di India melainkan
terhadap kaum Wahhabi, karena merekalah yang menyebabkan kerusuhan dalam rangka
menentang Inggris dan mengagitasi (membangkitkan semangat) umat dengan atas
nama jihad untuk memusnahkan penindasan akibat dari ketidaktundukan kepada
Inggris dan kekuasaan mereka.”
...Barat begitu gigih menentang
dakwah‘salafiyah’. Orang-orang Kristen Barat merupakan penganut trinitas
dan melakukan kesyirikan kepada Allah...
Tidaklah
mengherankan jika Barat begitu gigih menentang dakwah ‘salafiyah’ ini.
Orang-orang Kristen Barat merupakan penganut trinitas dan melakukan kesyirikan
kepada Allah. Sedangkan dakwah yang dikomandoi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
berdiri di atas prinsip pengesaan (tauhid) Allah SWT. Orang-orang Barat begitu
menikmati hubungan mesra mereka dengan syahwat dunia, harta, tahta, dan wanita.
Sementara dakwah tauhid menyeru orang-orang agar patuh kepada Allah, mau
beribadah kepada-Nya tanpa dibarengi kemusyrikan, dan berpaling dari segala
sesuatu selain-Nya.
Secara
definitif, Syaikh Abdul Aziz Abdul Latif menerangkan faktor-faktor pemicu
pertentangan orang-orang awam terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab,
yang diringkas ke dalam poin-poin berikut:
1.
Ketidaktahuan akan agama Islam secara komprehensif dan
terstruktur, berkembangnya penyimpangan-penyimpangan akidah yang dianut
kebanyakan orang Islam, sikap fanatik terhadap pendapat-pendapat ulama yang
tidak memiliki pemahaman lurus tentang Islam, taklid buta, pemujaan terhadap
kuburan, berhukum kepada thaghut (segala sesuatu yang disembah dan
ditaati selain Allah), condong dan merasa nyaman ‘bermesraan’ dengan
orang-orang kafir. Semua fenomena di atas terlihat jelas dari kehidupan kaum
muslimin kontemporer. Sementara dakwah tauhid meniscayakan ketundukan kepada
teks-teks wahyu dan penyembahan kepada Allah semata.
2.
Dakwah tauhid
mengajarkan bahwa para ulama hanyalah sekadar sarana dan wasilah untuk memahami
Islam. Jika para ulama itu menyimpang dari akidah yang benar, maka pendapat
mereka tidak bisa diikuti. Islam menetapkan bahwa siapa saja yang menuhankan
ulama atau penguasa dalam proses menghalalkan apa yang Allah haramkan, atau
mengharamkan apa yang Allah halalkan, maka para ulama dan penguasa itu tak
ubahnya tuhan-tuhan selain Allah. Islam juga melarang umatnya untuk loyal
kepada orang-orang kafir. Siapa saja muslim yang membantu mereka untuk
menyerang kaum muslimin, maka sesungguhnya dia telah keluar dari Islam. Wajar
jika dakwah tauhid yang diusung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini muncul,
maka para ulama su‘ (jahat) dan orang-orang awam beramai-ramai
menentangnya. Ini mengingat, dakwah tauhid menyelisihi kebiasaan-kebiasaan
syirik dan bid’ah yang biasa mereka lakukan.
...Segenap musuh beramai-ramai melakukan kedustaan atas nama Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab. Abdullah bin Suhaim menulis surat ke sejumlah ulama
negeri muslim untuk memprovokasi mereka agar menentang dakwah Syaikh...
2. Faktor kedua
yang memicu serangan bertubi-tubi kepada dakwah tauhid adalah stigma yang
melekat pada dakwah dan tokoh-tokohnya. Tak terhitung lagi banyaknya distorsi,
tuduhan dusta, dan kerancuan-kerancuan yang diarahkan musuh-musuh tauhid kepada
dakwah dan tokoh-tokohnya.
Segenap musuh
beramai-ramai melakukan kedustaan atas nama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Sebagaimana dilakukan Abdullah bin Suhaim –salah seorang musuh Syaikh Ibnu
Abdul Wahhab. Dia menulis surat ke sejumlah ulama negeri muslim untuk
memprovokasi mereka agar menentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Dalam surat yang ditulisnya terdapat berbagai kebohongan dan kedustaan. Tak heran
jika kemudian orang-orang termakan hasutan dan kedustaan para ulama su‘ itu,
sehingga mereka dengan sukarela melancarkan serangan.
3.
Pertikaian-pertikaian politik dan peperangan yang terjadi antara para pengikut
dakwah tauhid dengan orang-orang Turki Utsmani, serta antara para pengikut
dakwah tauhid dengan para penguasa. Pertikaian-pertikaian ini masih menyisakan
bekas hingga saat ini. Di majalah Al-Manar, Muhammad Rasyid Ridha pernah
menulis, “Sesungguhnya penyebab munculnya tuduhan bahwa Wahhabiyah melakukan
‘bid’ah’ dan ‘kekafiran’ adalah murni karena persoalan politik an-sich,
agar kaum muslimin yang telah menguasai daerah Hijaz menghindar darinya.
Orang-orang Turki Utsmani merasa ketakutan bahwa kaum muslimin akan mendirikan
sebuah Negara Arab. Sejatinya, apabila badai politik mereda, maka orang-orang
Turki Utsmani tidak akan mengotak-atik para ‘Wahhabis’.
...Orang-orang yang mau bersikap adil akan mengetahui betapa istimewanya
dakwah tauhid yang diusung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Istimewa dari segi
pengambilan-pengambilan hukum, kemurnian akidah, dan keabsahan manhajnya...
4. Termasuk ke
dalam faktor yang membuat musuh-musuh menentang dakwah Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab adalah ketidaktahuan mereka tentang hakikat dakwah tauhid dan
keengganan mereka untuk menelaah karya-karya dan tulisan-tulisan tokoh-tokoh
dakwah tauhid. Disebabkan kedengkian dan sikap apriori, mereka enggan untuk mau
meneliti karya-karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab atau tokoh-tokoh lainnya,
secara fair dan dengan hati serta pikiran terbuka. Adakah dari mereka
yang secara tulus mau menelaah kitab Ushul Al-Iman, Al-Qawa’id
Al-Arba’ah, Tsalatsah Ushul, Kitab At-Tauhid, Kasyfu
Asy-Syubuhat, dan lain sebagainya? Jika memang mereka merasa keberatan
dengan dakwah yang diusung Syaikh, maka silahkan kritisi dan bantah dengan
dalil-dalil yang kuat dan mu’tabar (kredibel). Seandainya mereka mau
mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran, niscaya mereka akan
menemukan Al-Qur’an, hadits dan ucapan sahabat sebagai rujukannya. Mayoritas
intelektual dan ‘ulama’ mengetahui dakwah yang diusung Syaikh Ibnu Abdul Wahhab
melalui kitab-kitab dan tulisan-tulisan musuh-musuhnya. Sebagaimana dinyatakan
sebuah ungkapan: “Manusia selalu memusuhi sesuatu yang tidak diketahuinya.”
Bagi
orang-orang yang mau bersikap adil, mereka akan mengetahui betapa istimewanya
dakwah tauhid yang diusung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Istimewa
dari segi pengambilan-pengambilan hukum dan prinsip melalui sumber-sumber primer
Islam yang purifikatif, kemurnian akidah, dan keabsahan manhajnya. Membela
dakwah tauhid bukan sekadar membela para ulama dan tokohnya semata, namun juga
membela prinsip-prinsip dan hukum-hukum Allah dan manhaj salafush-shalih.
Akhirnya, semoga kita semua bisa mengambil manfaat dari upaya-upaya ilmiah dan
khazanah intelektual berharga yang diwariskan para ulama dan tokoh dakwah
tauhid. Sebagaimana juga mengambil manfaat dari kehidupan dan pengalaman
mereka. Wallahu A’lam. [voa-islam.com]
Sumber http://www.voa-islam.com
No comments:
Post a Comment